* Menutup Mata Dengan Senyuman

|

Fitrah manusia adalah ia akan senantiasa merasa takut tatkala ia berbuat dosa. Minimal ia takut ketahuan. Hati nurani manusia takkan biasa berbohong. Apalagi kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Maka, takutlah kepada-Nya, takutlah karena kamu akan menghadap-Nya di hari pembalasan kelak. Dalam keadaan apakah kamu akan menjumpai-Nya? Berlumuran dosa atau ketaatan?
Saudaraku, kematian adalah penghancur segala kelezatan dunia. Itulah kematian yang kan mendatangi siapa saja yang bernyawa. Hamba yang menutup hidupnya dengan ketaatan akan mengalami husnul khatimah. Sedangkan yang menutupnya dengan gubangan dosa, maka itulah su-ul khatimah. Allah dan Rasul-Nya telah mewanti-waanti umat manusia untuk mengakhiri hidupnya dengan husnul khatimah. Itulah akhir hidup para Nabi dan Rasul dan orang-orang shalih.
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa dan janganlah kalian mati melainkan dalam keadaan muslim (berserah diri).” (QS.Ali Imran:102)
“Sesungguhnya amalan itu (tergantung) dengan penutupnya.” (HR. Bukhari dan selainnya)
Sobat muda, ada kabar gembira bagi orang beriman, mereka akan mendapatkan perlakuan khusus dari malaikat pencabut nyawa. Mereka akan menutup mata dengan senyuman. Kematian akan menjadi sangat indah baginya,
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Rabb kami ialah Allah,’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan):’Janganlah kamu merasa takut dan jenganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (QS. Fushshilat:30)
“Barangsiapa yang suka bertemu Allah, maka Allah pun suka untuk bertemu dengannya. Dan barangsiapa tidak suka bertemu dengan Allah, maka Allah pun benci untuk bertemu dengannya”. ‘Aisyah bertanya, “Wahai Nabi Allah! Apakah (yang dimaksud) adalah benci kematian? kita semua benci kematian?” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab, “Bukan seperti itu. Akan tetapi, seorang mukmin, apabila diberi khabar gembira tentang rahmat dan ridha Allah serta Syurga-Nya, maka ia akan suka bertemu Allah. Dan sesungguhnya, orang kafir, apabila diberi kabar tentang adzab Allah dan kemurkaan-Nya, maka ia akan benci untuk bertemu Allah dan Allah pun membenci bertemu dengannya.”
Mengenai makna hadits ini, al Imam al Khatthabi mengatakan: “Maksud dari kecintaan hamba untuk bertemu Allah, yaitu ia lebih mengutamakan akhirat daripada dunia. Kerananya, ia tidak senang tinggal terus menerus di dunia, bahkan siap meninggalkannya. Sedangkan makna kebencian adalah sebaliknya.”
Imam Nawawi berkata, ”Secara syari’at, kecintaan dan kebencian yang diperhitungkan adalah, saat sakaratul maut, saat taubat tidak diterima lagi. Ketika itu, semuanya diperlihatkan bagi yang sedang nazak (proses pengambilan nyawa), dan akan nampak baginya tempat kembalinya.”
Saudaraku, berazamlah dari sekarang untuk mendapatkan predikat husnul khatimah, untuk menutup mata dengan senyuman. Hidupmu adalah penuh dengnan senyuman dan kamu pun kan berakhir dengan senyuman. Sungguh suatu perjalanan hidup yang indah. Oleh karena itu, berdoalah selalu dengan meminta taufik untuk beramal shalih kepada Allah Subhanahu Wata’ala sebagai jalan menuju husnul khatimah.

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan sebuah hadits dalam shahih-nya, dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiallahu anhu, dia mengatakan:
“Apabila Allah menghendaki kebaikan pada hambanya, maka Allah memanfaatkannya”. Para sahabat bertanya, “bagaimana Allah akan memanfaatkannya?” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab, “Allah akan memberikannya taufik untuk beramal shalih sebelum dia meninggal.” (HR. Imam Ahmad, Tirmidzi dan dishahihkan al Hakim dalam Mustadrak)
Sobat muda, simaklah kisah akhir hayat kekasih Allah, kekasih orang beriman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berikut ini;
“Rasulullah dengan suara lemah memberikan khutbah terakhirnya, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian, al-Qur’an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku.”
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasul yang tenang menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya.Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. “Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” keluh hati semua sahabat kala itu.
Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Di saat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu. Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
“Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk.
“Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah.
“Siapakah itu wahai anakku?”
“Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut.
Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.
“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut,” kata Rasulullah.
Fatimah menahan ledakkan tangisnya.
Malaikat maut telah datang menghampiri. Rasulullah pun menanyakan kenapa Jibril tidak menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
“Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
“Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril.
Tapi, semua penjelasan Jibril itu tidak membuat Rasul lega, matanya masih penuh kecemasan dan tanda tanya.
“Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” tanya Jibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak, sepeninggalanku?”
“Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: “Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril meyakinkan.
Detik-detik kian dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan-lahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakitnya, sakaratul maut ini.” Perlahan terdengar desisan suara Rasulullah mengaduh.
Fatimah hanya mampu memejamkan matanya. Sementara Ali yang duduk di sampingnya hanya menundukan kepalanya semakin dalam. Jibril pun memalingkan muka.
“Jijikkah engkau melihatku, hingga engkau palingkan wajahmu Jibril?” tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril sambil terus berpaling.
Sedetik kemudian terdengar Rasulullah memekik kerana sakit yang tidak tertahankan lagi.
“Ya Allah, dahsyat sekali maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku,” pinta Rasul pada Allah
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Ali pun segera mendekatkan telinganya.
“Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.”
Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
“Ummatii, ummatii, ummatiii?” Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran kemuliaan itu.”

0 comments:

Posting Komentar

Syukran sudah komentar

Photobucket Photobucket Photobucket